Selasa, 11 Oktober 2011

PEDOMAN MEMBACA AL QUR’AN

 A.    KEUTAMAAN AL QUR’AN
Mengenai keutamaan Al-Qur’an dapat dilihat dari hadits Rasulullah SAW di bawah ini :
“Al-Qur'an lebih dicintai oleh Allah dari tujuh petala langit dan tujuh lapis bumi dan dari segala isinya.” (H.R. Abu Nu’aim dari Ibnu Umar r.a.)

“Al-Qur'an adalah pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya dan petunjuk yang diakui sungguh kebenarannya. Barangsiapa menjadikan Qur’an pemimpinnya, maka ia (Qur’an) akan menuntunnya ke dalam surga. Dan barangsiapa meletakkan Al-Qur’an dibelakangnya, maka ia (Qur’an) akan menghelanya ke dalam neraka.” (H.R. Ibnu Hibban)


B.    FADHILAH MEMBACA AL QUR’AN

1.    Pembaca Al-Qur’an akan ditempatkan di dalam shaf (barisan) orang-orang yang besar yang utama dan tinggi.

2.    Akan memperoleh beberapa kebajikan dari tiap-tiap huruf yang dibacanya dan ditambah derajatnya di sisi Allah sebanyak kebajikan yang diperolehnya itu.

3.  Akan dinaungi rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan diturunkan Allah kepadanya ketenangan dan kewaspadaan.

4.    Akan digemilangkan hatinya oleh Allah dan dipeliharanya dari kegelapan.

5.    Akan diharumkan baunya, disegani dan dicintai oleh orang-orang shaleh. Apabila pentilawat itu memperbagus bacaan dan hafalannya, maka ia dapat mencapai derajat malaikat.
6.  Pentilawat Al-Qur’an tiada bergundah hati di hari qiamat, karena ia senantiasa dalam pemeliharaan dan penjagaan Allah.

7.    Akan memperoleh kemuliaan, dan diberikan rahmat kepada ibu bapaknya.

8.    Akan memperoleh kedudukan yang tinggi dalam surga.

9.    Akan memperoleh pula derajat seperti yang diingini oleh orang-orang shaleh.

10.Akan ditemani dan dikelilingi oleh para malaikat dan semuanya mendoakan dan   memohonkan ampunan dan derajat yang setinggi-tingginya.

11. Akan terlepas dari kesusahan-kesusahan akhirat.

12.  Termasuk orang yang dekat kepada Allah dan berada dalam rombongan orang-orang yang bersama Allah di surga.

C.    FADHILAH BERKUMPUL MEMBACA AL QUR’AN, ISTIMEWA DI BULAN RAMADHAN
Bersabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa melapangkah kesusahan seorang Mu’min dari sesuatu kesusahan dunia, niscaya Allah melapangkannya dari kesusahan akhirat. Dan barangsiapa memudahkan bagi seseorang yang sedang dalam kesukaran, niscaya Allah memudahkan baginya kesukaran dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi ‘aib seorang Muslim, niscaya Allah menutupi ‘aibnya di dunia dan di akhirat, Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba itu senantiasa pula menolong saudaranya. Dan barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencapai ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Dan tiada berkumpul kaum di dalam suatu rumah Allah kemudian mereka baca Kitab dan mereka pelajari bersama-sama (bertadarus), melainkan diturunkan kepada mereka ketenangan hati, diselubungi mereka dengan rahmat, dikelilingi mereka oleh malaikat, dan Allah akan menyebut mereka kepada orang-orang yang disisi-Nya. Dan barangsiapa dilambatkan oleh amalannya, niscaya dicepatkannya oleh keturunannya. (H.R. Muslim).

Dari hadits tersebut di atas maka jelaslah bahwa mentadarruskan Al-Qur’an amat disukai. Yaitu membaca Al-Qur’an bersama-sama, seorang membaca di hadapan yang lain secara berganti-ganti untuk sama-sama mempelajari isinya. Ketahuilah, bahwa pada tiap-tiap malam bulan Ramadhan, Jibril datang kepada Rasulullah untuk bertadarus Al-Qur’an bersama Rasulullah.

D. WAKTU-WAKTU YANG UTAMA UNTUK MEMBACA AL QUR’AN
    Waktu yang lebih utama (afdal) membaca Al-Qur’an, ialah malam hari, seperti antara maghrib dan Isya, istimewa seperdua yang akhir tiap-tiap malam. Jika siang hari, maka yang lebih utama (afdhal), ialah sesudah sembahyang fardhu, atau pada waktu shubuh. Perlu diketahui bahwa tidak ada waktu yang makruh untuk membaca Al-Qur’an, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang menyebut nama Allah SWT.
   Hari-hari yang terbaik untuk membaca Al-Qur’an, ialah hari Jum’at, hari Senin, hari Kamis, hari Arafah, sepuluh hari yang pertama di bulan Zulhijjah (1-9) Zulhijjah), hari-hari bulan Ramadhan, istimewa sepuluh hari yang akhir di bulan itu (20-30 Ramadhan).

E.   ADAB-ADAB MEMBACA AL QUR’AN
            Imam An-Nawawi menjelaskan beberapa adab (etika) yang dituntut saat membaca Al-Qur’an dan hukum-hukumnya diantaranya sebagai berikut :
1.   Bersikap ikhlas dalam membaca Al-Qur’an dan menghadirkan munajat kepada Allah SWT.

2.   Membersihkan mulutnya dengan siwak (menggosok gigi) atau yang sejenis dengannya.

3.   Pada saat membaca, berada dalam keadaan suci dari hadats kecil dan besar. Adapun diperbolehkannya seseorang membaca Al-Qur’an walau berada dalam keadaan berhadats kecil adalah disertai dengan syarat tidak menyentuh mushhaf.

4.   Diharamkan bagi yang tengah berada dalam keadaan junub dan bagi wanita yang tengah mengalami masa haidh untuk membaca Al-Qur’an, baik seluruhnya atau sebagian ayatnya. Terkecuali jika bagian dari ayat tersebut merupakan zikir-zikir yang ditentukan waktunya untuk pagi atau sore hari. Atau zikir-zikir mutlak yang mengandung sebagian ayat Al-Qur’an. Akan tetapi, diperbolehkan bagi mereka yang berjunub untuk membaca Al-Qur’an dalam hati, tanpa diucapkan secara lisan, dan juga diperbolehkan untuk memandang mushhaf tanpa menyentuhnya secara langsung.

5.   Apabila orang yang junub atau wanita yang tengah haidh hendak bersuci, akan tetapi tidak menemukan air, maka hendaknya ia bertayamum, dan diperbolehkan baginya untuk melaksanakan shalat, membaca Al-Qur’an dan ibadah yang lainnya, selama belum berhadats atau belum menemukan air.

6.   Dianjurkan agar membaca Al-Qur’an ditempat yang bersih. Dan dianjurkan membacanya di masjid. Karena masjid merupakan tempat yang bersih dan mulia kedudukannya, sebagai tempat ibadah. Sebab, dimungkinkan dengan duduk di dalamnya, ia pun dapat tergerak untuk melanjutkannya beri’tikaf, dengan catatan berniat terlebih dahulu. Dan juga sudah sepantasnya tidak membaca Al-Qur’an terkecuali di tempat yang bersih dan suci.

7.   Bagi para pembaca Al-Qur’an dianjurkan menghadap ke arah kiblat saat membaca, duduk dengan khusyu’, bersikap tenang dan merendahkan posisi kepala. Akan tetapi jika ia membaca sambil tiduran atau berbaring atau berada dalam posisi lainnya, maka hal itu boleh saja dan ia juga mendapatkan pahala. Akan tetapi tidak mendapatkan pahala yang sama dengan kondisi pertama.

8.   Ketika membaca Al-Qur’an dianjurkan agar diawali dengan ber-isti’adza terlebih dahulu, yaitu mengucapkan “A’uudzubillahi minasy-syaithoonirrajiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Ini merupakan pendapat mayoritas para alim ulama. Dan membaca basmalah : “Bismillahirrahmaanirraahiim (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). pada setiap bacaan pertama dari setiap surah, terkecuali surah Baraa’ah (At Taubah).

9. Apabila hendak memulai membaca Al-Qur’an, hendaknya terlebih dahulu mengkonsentrasikan keinginannya untuk bersikap khusyu’ dalam membaca dan untuk merenungkan kandungannya.

10.     Seyogyanya seseorang yang hendak membaca Al-Qur’an dapat merasakan perasaan takut kepada Allah.

         Rasulullah SAW bersabda : “Bacalah oleh kalian Al-Qur'an, dan menangislah kalian. Akan tetapi, jika kalian tidak mampu untuk menangis, maka pura-puralah menangis.” (H.R. Ibn Majah)

      “Sesungguhnya manusia yang paling baik suaranya dengan (membaca) Al-Qur'an, jika kalian mendengarnya membaca (Al-Qur'an) kalian menyangka bahwa ia takut kepada Allah.’ (H.R. Ibn Majah dari Jabir ra)
      Caranya adalah dengan memperhatikan kandungan Al-Qur’an, baik ancamannya, perjanjian dan persetujuannya. Kemudian melakukan introspeksi atas kekurangan pada dirinya. Jika kesedihan dan tangis belum juga hadir dalam dirinya, maka tangisilah kekerasan hatinya, karena hal itu merupakan musibah yang paling besar.

11. Hendaknya membaca Al-Qur’an itu melafazkan bacaannya dengan tartil. Karena, bacaan yang dilakukan dengan tartil itu sangat mengagumkan (enak didengar), dan pengaruhnya pada hati lebih mendalam daripada membacanya secara cepat atau terburu-buru.
        Firman Allah SWT : “Dan bacalah Al Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil)”. (Q.S. Al Muzammil : 4)

12. Dianjurkan jika pada saat membaca mendapatkan ayat yang mengandung ungkapan rahmat, maka hendaknya ia meminta karunia-Nya. Dan jika mendapatkan ayat yang mengandung akan siksa-Nya, maka hendaknya ia meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan dunia dan siksa akhirat. Dan apabila mendapatkan bacaan ayat yang mensucikan Allah SWT maka hendaknya ia mensucikan-Nya dengan berkata : “Maha Suci Allah”, atau “betapa besar keagungan-Nya”, atau lafaz-lafaz lain yang semakna dengannya.

13. Memuliakan dan membesarkan (kedudukan) Al-Qur’an dengan tidak bermain-main saat membacanya, baik dengan tertawa, membuat kegaduhan, bertengkar, atau bersenda gurau.
        Firman Allah SWT : Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-A’raaf : 204)

14. Tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an selain dengan bahasa Al-Qur’an, baik pada saat menunaikan shalat atau diluar shalat.

15. Hendaklah membacanya menurut susunan dalam mushhaf baik dalam shalat atau bukan. Sebab ketertibannya itu mendatangkan hikmah yang besar.

16. Membaca Al-Qur’an langsung dari mushhafnya adalah lebih utama daripada membacanya dengan hafalan tanpa mushhaf, selain pada saat menunaikan shalat. Dikarenakan melihat mushhaf Al-Qur’an itu sendiri merupakan ibadah yang disyari’atkan. Oleh sebab itu, sebaiknya bagi seseorang yang membaca Al-Qur’an mengkombinasikan antara membaca dan melihat mushhafnya secara bersamaan, terkecuali jika ia membaca dengan dihafal bacaannya menjadikan dirinya lebih khusyu’.

17. Dianjurkan untuk membuat halaqah (semacam kelompok) dalam membaca dan tadarrus Al-Qur’an.

         Rasulullah SAW bersabda : “Tidak berkumpul suatu kaum di dalam rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), dimana mereka tengah membaca kitab Allah (Al-Qur'an) dan saling bertadarrus (belajar) di antara mereka, terkecuali ketenangan akan turun atas mereka, dinaungi rahmat-Nya, para malaikat mengelilingi (menghormati) mereka dan Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang yang berkedudukan mulia disisi-Nya.” (H.R. Abu Daud, Turmidzi, Ibnu Majah, dan  Ahmad)

18. Dianjurkan untuk mengeraskan suara pada saat membaca Al-Qur’an, jika ia tidak takut akan merasa riya’ atau tidak takut mengganggu orang lain. Karena membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan suara yang jelas dapat membangkitkan semangat dalam hati, menghimpun keinginan dan mentranformasikan pendengaran menjadi perenungan pada bacaannya. Sabda Rasulullah SAW : “Allah SWT tidak memperkenankan melalui lisan Nabi-Nya SAW suara yang bagus dalam membaca Al-Qur'an, jika hal itu akan dapat mengacuhkan makna yang terkandung di dalamnya (bagi yang mendengarkan).” (H.R. Bukhari)

19. Dianjurkan agar memperindah suaranya disaat membaca Al-Qur’an,
       Sabda Nabi SAW : “Hiasilah bacaan Al-Qur'an itu dengan suara indah kalian.” (H.R. Bukhari, Abu Daud, An Nasa’i)

20. Dianjurkan agar meminta untuk membaca dengan indah, bagi yang bagus suaranya.

        Diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas r.a : “Ibnu Mas’ud  r.a. berkata, bahwa Nabi SAW berkata kepadaku : “Bacalah untukku Al-Qur'an ini”. Aku menjawab : “Bagaimana aku akan membacakan untukmu tentang sesuatu (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu ?” Maka beliau berkata : “Sungguh aku sangat ingin mendengarnya dari selain diriku.” Lalu aku (Ibnu Mas’ud) membaca surah An Nisa’ ayat 41 sampai pada ayat yang berbunyi : “Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti, apabila Kami mendatangkan seseorang sebagai saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” Kemudian beliau berkata kepadaku : “Berhenti, atau tahan !” Seketika aku menyaksikan dari kedua mata beliau bercucuran air mata.” (H.R. Ibn ‘Abbas, Bukhari, Muslim)

21. Dianjurkan agar segala majelis ilmu (majelis ta’lim) diawali pembukaannya dengan bacaan Al-Qur’an, yang dibawakan oleh seorang pembaca yang bersuara merdu.

22. Makruh membaca Al-Qur’an pada tempat-tempat dan kondisi-kondisi tertentu, seperti pada saat ruku’ dan sujud, saat membaca tasyahud dan yang lainnya dari gerakan-gerakan shalat, terkecuali pada saat berdiri. Makruh untuk membaca lebih dari surah Al-Fatihah bagi makmum jika ia membacanya pada saat mendengar Imam membacanya. Makruh membacanya saat mengantuk dan pada saat menyimak khutbah bagi yang sedang mendengarnya.

23. Tidak dianjurkan bagi para pembaca untuk memulai dan mengakhiri bacaan Al-Qur’an jika maknanya (saat berhenti) belum sempurna, atau jika ia terikat dengan bacaan berikutnya.

24. Jika ia mendengar seseorang mengucapkan salam, sedangkan ia membaca Al-Qur’an, maka seyogyanya ia berhenti sejenak dari bacaannya, kemudian menjawab salamnya. Seandainya ada orang lain yang bersin dan ia tengah membaca Al-Qur’an, bukan pada saat mengerjakan shalat, kemudian orang yang bersin tadi mengucapkan kata Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), maka dianjurkan bagi yang tengah membaca Al-Qur’an berhenti sejenak dan mendoakannya dengan membaca Rahimakallah (semoga Allah menyayangimu). Seandainya pembaca Al-Qur’an mendengarkan suara adzan, maka seyogyanya ia  menghentikan bacaannya dan menjawab panggilan muadzdzin.

25. Apabila disaat membaca mendapatkan ayat sajadah tilawah, maka disunatkan pada saat itu ia melakukan sujud tilawah.
Artikel Lain Yang Berhubungan :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar