Sabtu, 05 November 2011

IDUL ADHA DAN SEMANGAT PENGORBANAN


Oleh : H. M. Efendi Sa’ad
           
Ada dua peristiwa penting yang terjadi di seluruh jagat raya ini, dan merupakan momentum yang melukiskan keagungan dan kebesaran Islam, serta menunjukan spontanitas kesatuan semangat kaum Muslimin.
            Kedua peristiwa penting yang dapat diambil hikmahnya bagi umat Islam itu adalah :

1. Pada hari ini beribu - ribu bahkan berjuta kaum Muslimin, laki-laki dan perempuan, tua dan muda dari berbagai penjuru dunia sedang berkumpul di padang ‘Arafah, wilayah kota suci Makkah al Musyarafa, guna memenuhi panggilan Allah untuk menunaikan ibadah haji, rukun Islam ke lima. Inilah mu’tamar dunia yang dihadiri berbagai bangsa, bahasa dan ras, yang menyuarakan nada yang sama, takbir, tahlil dan tahmid. Suaranya membahana, seirama dan setujuan yaitu menyahut panggilan Allah SWT. Mereka datang ada yang berjalan kaki, mengarungi lautan dan melintasi udara. Ada yang datang sendirian, ada yang bersama istri dan anak-anaknya, meninggalkan kampung halaman, berhadapan dengan berbagai halangan dan rintangan, bergulat dengan berbagai kesukaran, dan meninggalkan pekerjaan. Semua itu dilakukan dengan hati yang ikhlas, semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT.

Peristiwa berkumpulnya kaum Muslimin di padang Arafah yang tandus dan terik, dengan pakaian serba putih dan tidak berjahit, adalah suatu perlambang bahwa agama Islam tidak membedakan antara orang yang kaya dengan rakyat jelata, tidak membeda-bedakan antara seorang majikan dan seorang buruh atau pekerja keras.

Kesan dan pengaruh yang diharapkan dari peristiwa besar ini dalam jiwa masing-masing dan refleksinya dalam masyarakat adalah diharapkan semua umat Islam menyadari dan merasa berkewajiban untuk memupuk semangat kebersamaa, menghilangkan perbedaan-perbedaan karena ukuran ekonomi dan status sosial. Orang kaya jangan memandang rendah kepada orang miskin secara sewenang-wenang. Orang yang sedang memegang jabatan jangan bertindak seenak perutnya  terhadap rakyat dan bawahannya, apalagi menindas dan merampas hak rakyat yang tidak berdaya. Para konglomerat jangan memperbudak sesama manusia dengan harta kekayaan. Seorang majikan atau direktur janganlah memperlakukan para buruh dan kuli pekerja kasar seperti hewan. Disuruh bekerja keras melebihi batas dan diberi beban berat di luar pri kemanusiaan, sementara mereka diberi upah yang sangat murah dengan pembayaran yang berlarut-larut. Seorang yang merasa punya ilmu janganlah menganggap rendah orang yang dianggap bodoh. Harap diingat bahwa ilmu bukanlah untuk dibanggakan, melainkan di gunakan untuk mengabdi pada agama, masyarakat bangsa dan negara. Bukan malah untuk membodohi masyarakat dan mencari keuntungan dalam masyarakat. Pokoknya kita harus ingat bahwa tujuan kita hidup adalah untuk ibadah dan derajat kita disisi Allah adalah sama. Yang membedakan kita adalah ketaqwaan, hati yang bersih dan amal yang saleh. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
Artinya : “Abu Hurairah r.a berkata : “Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi melihat hatimu dan amal-amalmu “ (H.R. Muslim)
Dalam hadist lain, beliau bersabda pula :
Artinya : ”Hai manusia ! sesungguhnya Tuhanmu hanya satu. Ingatlah ! tidaklah orang arab itu lebih utama dari pada orang ajam, dan orang ajam tidak lebih utama dari pada orang yang berkulit hitam. Dan orang yang berkulit hitam tidak lebih utama dari pada orang yang berkulit merah. Dan kamu harus tahu bahwa bapakmu hanya satu, yaitu Adam, tiada lebih mulia kecuali hanya orang yang bertaqwa” (H.R. Ahmad bin Hanbal).

Kedua hadist ini dikuatkan pula dengan firman Allah :
Artinya : “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan kami telah membuat kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah yang paling bertaqwa , sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Waspada” (Q.S. Al Hujarat : 13 )

2. Peristiwa kedua yang terjadi hari ini adalah secara serempak umat Islam di seluruh penjuru dunia di berbagai negri berduyun-duyun datang ke masjid-masjid dan lapangan-lapangan untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Mereka datang berduyun-duyun laksana jarum yang ditarik magnet ketempat-tempat ibadah umat Islam itu. Mereka datang atas kesadaran mereka masing-masing, tanpa dikerahkan oleh pemerintah atau kendaraan umum atau alat trasportasi lainnya. Mereka datang dengan tujuan yang sama, yaitu mengharapkan ridho Allah. Mereka datang bukan bertujuan mencari keuntungan material, tetapi semata-mata didorong oleh semangat kepatuhan kepada Allah Tuhan seru sekalian Alam.

Fenomena ini melambangkan tentang sikap seorang Muslim dalam beribadah kepada Allah. Mereka beribadah dilandasi oleh semangat iman dan hati yang ikhlas dan taat kepada Allah, dengan harapan hanya mencari ridho Allah semata-mata, bukan mencari keuntungan sesaat. Bagi orang Islam yang beribadah dengan dilandasi semangat ke ikhlasan, ia tidak akan mengenal musim atau karena ada tujuan tertentu. Di dalam keadaan apapun akan selalu tekun dan giat beribadah, dalam keadaan serba kecukupan atau kekurangan, senang ataupun susah, untung atau rugi, ia secara istiqamah akan tetap melaksanakan ibadah. Karena ibadah yang dilakukan dengan cara musiman itu akan membawa kerugian bagi dirinya sendiri. Lebih-lebih bila tidak di dasari rasa ikhlas dan mengharap ridho Allah serta dilakukan hanya setengah hati. Sungguh akan membawa kerugian besar. Sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Dan diantara manusia ada yang menyembah kepada Allah seperti ia berada di pinggir, lalu apabila kebaikan sampai kepadanya, ia merasa puas dengan itu (tekun beribadah), dan bila di timpa cobaan, ia kembali kejalan semula (kufur dan berat ibadah). Dia merugi di dunia dan begitu pula di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. “ (Q.S. Al Hajj : 11)

Peristiwa besar kedua atau perintah melaksanakan shalat ‘Idul Adha ini di gandengkan pula dengan perintah menyembelih hewan Qurban. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah didalam  Al-Qur’an :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah qurban. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S. Al Kautsar : 1-3)

Perintah berqurban ini pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s dengan menyembelih putra tercintanya, Nabi Ismail a.s sebagai memenuhi perintah Ilahi dan selanjutnya diabadikan Islam melalui Nabi Muhammad SAW sebagai syari’at Islam yang harus dilaksanakan setiap tahun.
Diantara hikmah yang dapat diambil dari Ibadah Qurban ini adalah menandakan bahwa agama Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan menganjurkan kepada para pemeluknya agar memiliki semangat berkorban dan rasa kasih sayang kepada sesamanya.

Perintah melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan menyembelih qurban yang dirangkai dalam satu ayat ini dimaksudkan agar orang Islam tidak hanya memikirkan urusan pribadinya sendiri, melainkan ia juga berkewajiban untuk berkiprah dan memperhatikan kondisi masyarakat disekitarnya dan juga  berjuang untuk meningkatkan tarap hidup masyarakatnya. Lebih-lebih terhadap para fakir miskin, anak-anak yatim dan orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Dalam hal ini sungguh kurang dibenarkan bila ada orang Islam yang setiap harinya selalu tekun beribadah, jama’ahnya aktif, menghadiri majelis ta’lim dan da’wah islam giat, silaturrahmi dengan para rekan seprofesi rajin, akan tetapi membantu pakir miskin dan orang-orang yang hidup sengsara sama sekali tidak terlintas dalam pikirannya. Dia hanya mau menyumbang bila dari sumbangannya itu akan mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri, misalnya agar mendapat sebutan sebagai seorng dermawan, agar proyek-proyeknya lancar dan sebagainya.

Pengorbanan yang dimaksudkan dalam Islam adalah pengorbanan yang tulus ikhlas, bukan pengorbanan semu atau pengorbanan bersyarat. Pengorbanan yang diharapkan adalah pengorbanan yang didasari rasa cinta kasih dan ridho ilahi, bukan pengorbanan yang hanya sekedar ikut berpartisipasi atau pemanis bibir.
Karena itu semua umat Islam yang diberikan kelapangan rizqi wajib membantu saudaranya yang dilanda kekurangan, terutama dalam masyarakat yang dilanda krisis ekonomi, peran umat Islam yang mampu dan bersedia berkorban sangat di tunggu-tunggu kehadiran dan kiprahnya, sangat di harapkan bantuan dan uluran tangannya.

Pada saat seperti sekarang ini semua umat Islam sama-sama diuji oleh Allah. Bagi orang yang melarat dan serba kekurangan di uji kesungguhan agamanya, bagi penguasa di uji keadilan dan kebijaksanaannya serta kejujurannya. Sekarang ini semua di uji untuk membuktikan keimanan dan ke Islamannya secara sungguh-sungguh, saat ini diminta untuk menunjukan kebenaran islamnya, bukan menunjukan kepura-pura dalam beragama. Lebih khusus, bagi orang Islam yang memiliki kelebihan harta. Allah mengancam mereka yang membiarkan anak yatim dan tidak mau membantu fakir miskin dan menyebut mereka sebagai pendusta agama. Sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an :
Artinya : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama itu? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Q.S. Al Mau’un : 1-3)

Dari sini jelas sekali, bahwa Islam melarang sikap egois, tidak memperhatikan nasib saudaranya, orang yang hanya mencari kesenangan pribadi, sementara di sekelilingnya bertebaran orang yang melarat dan menderita kelaparan. Islam bukan hanya melarang, tapi malahan mengecam sebagai orang yang tidak ber iman, sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

Artinya : “Bukanlah seorang mu’min orang yang dirinya kenyang sementara tetangga sebelah lapar”


Karena itu Rasullullah SAW menggolongkan orang yang selalu memikirkan kesejahteraan ummat di masukkan kedalam golongan orang yang dalam dirinya terhimpun rasa ke imanan, sebagaimana sabda beliau yang di riwayatkan oleh Bukhari :
Artinya : “Tiga hal, barang siapa yang menghimpunnya, maka sesungguhnya ia telah menghimpun iman, yaitu :
1.    kemampuan untuk mengendalikan diri
2.    memberikan kesejahteraan terhadap alam (dunia)
3.    memberikan infaq walaupun dalam keadaan membutuhkan
Hadist ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an :
Artinya :  “…… dan mereka lebih mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri, sekalipun mereka memerlukan ( apa yang mereka berikan itu ) ”.  (Q.S. Al-Hasyr : 9)




Artikel Lain Yang Berhubungan :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar