Sabtu, 24 Desember 2011

SHALAT ADALAH PERJALANAN MENUJU ALLAH SWT


Ketika kita mendirikan shalat berarti kita sedang menuju ke pintu Allah. Shalat diibaratkan sebagai suatu perjalanan ruhani, karena semua gerak-gerik kita di dalam shalat dikontrol oleh niat kita yang dilafalkan ketika memulai shalat. Karena itu, kita tidak boleh melakukan suatu gerakan atau ingatan lain selain apa yang kita ucapkan di dalam shalat itu. Itulah dasar shalat. Shalat harus dilakukan dengan khusyuk, tenang, dan menghadirkan hati dan pikiran. Akan tetapi, kebanyakan orang dalam melakukan shalat, hanya jasadnya saja yang berdiri tegak, rukuk, dan bersujud, sedang hatinya lalai dan pikirannya bercabang-cabang. Apakah itu dapat disebut shalat ? Cobalah cari jawabannya sendiri !
Dengan mendirikan shalat, kita telah menempuh setengah perjalanan menuju Allah. Dan ditambah dengan puasa, maka kita telah sampai di pintu Allah. Apabila dilengkapi dengan sedekah, maka kita telah memasuki rumah-Nya.
Dalam perjalanan kita menuju Allah dengan shalat, puasa, sedekah, dan amalan lainnya, hendaknya kita memohon bantuan kepada Allah agar Dia mengaruniakan kesabaran dan kekuatan, karena beribadah kepada Allah merupakan ujian yang berat, meskipun secara sepintas tampak mudah.
Mendirikan shalat juga berarti suatu menjalin hubungan atau silah dengan Allah. Orang yang menghadapkan wajahnya kepada Allah di dalam shalat, harus berkonsentrasi penuh kepada-Nya. Dia harus melepas seluruh ruh dan jiwanya dari gayrullah, yakni selain Allah. Dalam shalat menghadap Allah, pikirannya tidak boleh terbagi-bagi kepada hal-hal lain selain Allah, yakni kepada makhluk dan kepada Khaliq. Dia harus menghilangkan segala pikiran tentang makhluk, yakni infisal, dan memusatkan pikirannya kepada Khaliq, yakni ittisal. Inilah shalat yang dilakukan oleh golongan ahlullah.
Adapun shalat yang dilakukan oleh orang-orang awam, dirumuskan oleh mereka sebagai surga di hati sebelah kanan dan neraka di sebelah kiri, sedangkan sirat (titian) berada di depan, dan Allah sedang memperhatikan semua gerak-gerik hati dan anggota badan. Bila kita merasakan hal itu, apakah mungkin kita menyia-nyiakan shalat dengan hati yang lalai dan pikiran yang menerawang ?!
Shalat seorang pecinta (Muhibb) ialah dengan melepaskan diri dan hatinya dari makhluk seraya bersatu dengan Khaliq. Itulah shalat yang sebenar-benarnya shalat.

 
Artikel Lain Yang Berhubungan :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar