Oleh : H. Muhammad Efendi Sa’ad
“Allah itu pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
kepada cahaya (minadz-dzulumaati ilannuur).
Dan orang-orang kafir itu pelindung-pelindungnya adalah syaitan,
yang mengeluarkan mereka dari pada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).
Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”
(Q.S. Al-Baqarah : 257)
Islam datang untuk menyelamatkan ummat manusia dari kegalauan yang meliputi alam fikiran dan kehidupannya, menyelamatkan manusia dari kerancuan fikrah dan kekacaubalauan sosial yang telah menyesatkan kehidupan manusia secara umum. Yang mengeluarkan ummat manusia dari kegelapan menuju cahaya (minadz-dzulumati ilannuur). Dengan demikian Islam datang untuk
membentuk ummat yang unik melanjutkan khittah ummat para Nabi yakni ummat yang satu, ummat Tauhid. Dan pada saat yang sama merupakan ummat yang datang untuk memimpin kemanusiaan mewujudkan sistem Allah di muka bumi dan menyelamatkan ummat manusia dari kepemimpinan, sistem-sistem, konsep-konsep yang tidak Islami.
Tauhid menurut bahasa (Lughah) berarti mensatukan atau membulatkan tekad untuk satu atau menuju kearah satu. Adapun arti “Tauhid” menurut ilmu kalam (‘aqoid) yaitu beritikad di dalam hati dengan penuh keyakinan bahwa Allah itu satu (esa). Tuhan itu satu. Tuhan Maha Esa. Hanya menyembah kepada Allah. Hanya kepada Allah ridho, taat, dan tawakkal.
Manusia yang bertauhid hanya takut kepada Allah, tidak mempunyai rasa takut kepada selain musuh yang bagaimanapun besarnya. Tegasnya di dalam menghadapi maut hanya Allah yang ditakuti. Orang yang bertauhid lebih ridho perintah-perintah Allah itu dijalankan, kebaikan-kebaikan diamalkan. Orang yang betauhid tidak mengharapkan ap-apa atas amal dan perbuatannya, jasanya kepada masyarakat, keluarga dan tetangganya, negara dan bangsanya, melainkan kesemuanya itu ikhlas dan suci di dalam hatinya karena Allah semata-mata.
Tauhid adalah pegangan pokok yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena Tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidlah menurut tuntunan Islam yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di akhirat nanti. Dengan begitu pentingnya peranan Tauhid dalam kehidupan manusia maka wajib bagi setiap muslim untuk mempelajarinya.
Ajaran Tauhid adalah ajaran yang tua sekali umurnya, sama tuanya dengan gunung-gunung yang diciptakan bersama bumi itu sendiri. Dengan ajaran Tauhid ini alam dirasakan kecil sekali adanya. Karenanya ia telah mempunyai kekuatan jiwa untuk menolak bisikan yang akan membawa dosa dan syirik. Dengan ajaran Tauhid ini pula seorang yakin bahwa hidup di dunia ini adalah sekedar tempat lalu yang tidak kekal menuju kampung akhirat yang kekal.
Laa ilaaha illallah adalah Konsepsi Ketuhanan yang paling suci dan paling benar, yang dikirim oleh Allah kepada manusia dengan perantaraan Nabi-Nya. Itulah pengetahuan yang dimulai dari Nabi Adam, dan pengetahuan yang sama pula yang disampaikan kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa dan semua Nabi-Nabi. Itulah satu-satunya Ilmu yang paling suci, tidak dicampuri kebodohan. Itulah pokok kebenaran, titik permulaan untuk menyelidiki segala cabang Ilmu Pengetahuan.
Ilmu Pengetahuan adalah penjelmaan dari pokok-pokok kebenaran. Ilmu Pengetahuan adalah hasil dan proses perkembangan dan kemajuan pemikiran manusia dalam mencari kebenaran.
Manusia ini menjadi sesat, menjadi musyrik menyembah berhala dan menjadi kafir oleh karena ia berpaling dari ajaran Tuhan yang disampaikan kepada manusia dengan perantaraan Nabi-Nya.
Kekafiran adalah suatu macam daripada kebodohan. Kebodohan yang paling besar ialah kebodohan yang tidak mengetahui Tuhan yang menciptakan Alam Semesta ini. Setiap Nabi, berusaha memenuhi tugasnya dengan cara yang baik. Tetapi sejumlah manusia yang semakin membiak, sebagian tidak mau menerima petunjuk dari Nabi-Nabi itu. Sedang banyak dari mereka yang menerimanya, lambat laun menempuh arah yang sesat, dalam beberapa waktu lamanya lagi-lagi kehilangan petunjuk atau mereka sendiri memutar balikkannya dengan memasukkan hal-hal yang baru dan penyelewengan-penyelewengan mereka kembali ke jalan yang sesat, kembali kemusyrikan dan kekafiran.
Pada akhirnya, sesuai dengan kondisi dan keadaan dunia dimana telah membutuhkan agama yang lengkap dan secara umum, maka Tuhan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk merintis kembali ajaran yang asli, agar memperingatkan kepada manusia di dunia ini, dengan dua prinsip :
Pertama : Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagaimana Firman Allah :
Artinya : Adapun Tuhanmu adalah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah lagi Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah: 163)
Kedua : Prinsip Ummat Manusia yang satu atas Tuhan yang Satu.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhanmu itu satu dan sesungguhnya ayahmu (asalmu) itu satu. Semua kamu dari Adam berasal dari tanah. Yang termulia diantara kamu disisi Allah ialah yang paling taqwa.”
Jadi kehormatan manusia diambil dari sifat kemanusiaannya sendiri, bukan dari bangsanya, keturunan-nya, lapisannya, warnanya, kekayaannya dan lain-lain.
Apabila seseorang itu bertafakkur atas dirinya sendiri, maka ia akan dapat mengetahui bahwa dirinya itu pada masa dahulunya “tidak ada”. Kalau ia berfikir lebih jauh lagi, maka ia akan sadar bahwa ia terjadi dari hasil hubungan Ibu–Bapaknya yang terjadi dari setetes air (mani) yang tidak mempunyai akal sedikitpun. Alangkah lemah dan hinanya manusia itu dikala ia hanya merupakan setetes air (mani) itu.
Demikianlah yang kita ketahui di dalam bagian pertama, bahwa manusia itu menemukan dirinya dalam kejadian yang sangat kecil dan hina bila dibanding dengan kebesaran, kekuasaan, kebijaksanaan dan kasih sayangnya Tuhan, Yang Maha Pencipta. Kalau kita berpikir lebih jauh lagi maka kita akan menemukan manusia itu sebagai makhluk yang paling lemah di atas dunia ini. Coba bayangkan kalau ia sedang tidur maka ia tidak kuasa untuk menolak gigitan nyamuk. Kalau akalnya sedikit saja tersentuh oleh masalah yang mengacaukan fikirannya akan cukup mudah untuk membinasakan dan merusak dirinya. Adapun tabiatnya dengan hilangnya uang sedikit saja, akan cukup membingungkan dirinya. Adapun kecantikannya dan kegagahannya, apabila sedikit cacat di mukanya akan cukup menjemukan pandangan atau menjelekkan pandangan.
Sungguh manusia di atas dunia ini akan makin lemah dan hinanya, bila tidak dipandang dari segi sifat-sifatnya yang baik yang memmbawa ia menjadi makhluk yang mulia. Dalam pada ini, manusia akan menjadi sadar akan sifat Rahman dan Rahimnya Allah yang demikian besarnya sebagaimana kekuasaan dan kebijaksanaannya. Demikianlah alam dunia yang diciptakan Allah penuh dengan keajaiban-keajaiban sebagai bukti kekuasaannya dan kebijaksanaannya dan penuh pula dengan berbagai alat kelengkapan yang diciptakan-Nya sebagai tanda kasih-sayang-Nya untuk berbagai keperluan hidup manusia, maka oleh karena itu manusia akan mengetahui bahwa Allah itu “ADA” dan mustahil “TIDAK ADA”.
Oleh karena itu manusia dapat menjadi sadar dan berfikir, bahwa benda-benda yang diagung-agungkan dan disembah-sembah itu seperti sungai yang besar itu, bisa mendadak jadi kering airnya. Ia tidak merdeka, ia bergantung pada udara yang membawa awan. Udara sendiri tidak berkuasa, ia bergantung pula pada sebab-sebab yang lain. Bulan, matahari dan bintang-bintang juga terikat dengan undang-undang yang mengaturnya dimana tidak merdeka mengadakan pergeseran sendiri, semuanya itu berjalan menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan kepada masing-masing. Firman Allah :
Artinya : Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Q.S. Al-Mulk: 3-4)
Apakah mereka itu mendapati diantara benda-benda yang mereka lihat dimana yang dapat mereka bandingkan dengan pengetahuan mereka, adakah diantaranya yang mempunyai sifat Ketuhanan ? Tentu saja tidak ada, karena tiap-tiap sesuatu di dunia ini membutuhkan kepada yang lain, dikuasai, diatur, diadakan, tidak terjadi sendiri dia lahir dan mati, diubah-ubah, tidak kekal. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan, bahwa semuanya itu tidak patut dijadikan Tuhan. Inilah arti “Laa Ilaaha”.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka Tuhan-Tuhan kecil dan yang kotor-kotor itu, akhirnya mereka ketahui bahwa tidak ada satupun dari Tuhan-Tuhan yang banyak itu yang mempunyai karakter Ketuhanan untuk dapat berkuasa memberikan perlindungan. Akhirnya satu per satu dari Tuhan-Tuhan yang banyak itu, gugur dan tinggallah Tuhan yang sebenarnya, ialah Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian maka wajarlah semua sifat-sifat Tuhan dan Ketuhanan itu berada pada satu diri dan mustahil dua diri. Allah berfirman :
Artinya : Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Q.S. Al-Anbiya’ : 22)
Maka pada tingkat dimana keyakinan kita bahwa tidak satupun yang mempunyai tanda-tanda Ketuhanan, maka sudah barang tentu ada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat Ketuhanan, tiada satupun selainnya yang patut menjadi Tuhan. Inilah arti “Illallah” dan menjadilah kesempurnaan kalimat Laa ilaaha illallah.
Demikianlah Laa ilaaha illallah sebagai pokok kebenaran dan menjadi titik permulaan untuk menyelidiki segala cabang-cabang ilmu pengetahuan. Itulah satu-satunya Ilmu Pengetahuan yang sangat suci dan benar, tidak dicampuri oleh kemusyrikan dan kebodohan. Semua kepercayaan, perintah dan undang-undang Islam berdiri di atas dasar itu. Cobalah hilangkan itu, maka tidak ada lagi yang tinggal di dalam Islam. Oleh karena itu kalimat Laa ilaaha illallah merupakan syarat utama dan yang terpenting untuk menjadikan manusia menjadi seorang Muslim.
Ilmu Tauhid menyatakan “AWWALUDDIN MA’RIFATULLAH”, “Pokok beragama ialah mengenal atau mengakui adanya Allah.”
Kalimat Laa ilaaha illallah mencakup loyalitas dan bersih diri (wala’ dan bara’) serta penolakan dan penetapan (nafi dan itsbat). Yang dimaksud dengan patuh dan setia (loyal) terhadap Allah adalah mengikuti secara utuh (kaffah) pada din (agama)-Nya, serta hamba-hamba-Nya yang sholeh.
Adapun pengertian bersih diri (bara’) disini adalah bersih dari kendali thagut, seperti yang tersebut dalam surah Al-Baqarah: 256 ;
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya Ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dengan demikian pemahaman kalimat tauhid (Laa ilaaha illallah) harus membawa kita kepada loyalitas terhadap syariat Allah, bersih dari pengaruh jahiliyah, bersih dari syirik dan bersih dari setiap agama selain dinul Islam.
Laa ilaaha illallah adalah proklamasi pemberontakan terhadap penguasa bumi dan thagut-thagut jahiliyah (dahulu dan sekarang) yang berbuat sewenang-wenang. Pemberontakan kepada setiap berhala dan tuhan-tuhan yang disembah selain Allah SWT baik dalam bentuk batu, kayu, jin, manusia, ideologi, atau hasil karya buah fikiran (teknologi).
Laa ilaaha illallah adalah panggilan universal untuk membebaskan manusia dari perbudakan manusia kepada perbudakan Tuhan manusia, dari kezaliman agama-agama bathil kepada keadilan Islam, dari sempitnya dunia kepada luasnya dunia dan akhirat.
Laa ilaaha illallah adalah ciri dari suatu sistem (falsafah) hidup dan kehidupan yang bukan produk ahli hukum dan filosof. Ia adalah suatu sistem dan metode Allah yang tidak boleh tunduk setiap wajah kecuali kepada-Nya, tidak patuh setiap hati kecuali kepada peraturan-Nya dan kekuasaan-Nya.
Laa ilaaha illallah adalah perubahan masyarakat jahiliyah yang sesat dan menyesatkan kepada masyarakat baru, masyarakat yang berbeda dari yang lainnya, berbeda dalam aqidah, peraturan dan manhaj. Tidak bersifat local, parsial, sektoral, dan diskriminasi, tetapi universal tanpa membedakan jenis warna, bentuk, corak, dan bahasa.
Laa ilaaha illallah bermakna pelucutan kekuasaan bumi dan dikembalikan kepada kekuasaan langit yaitu Allah. Dan memberantas kesewenang-wenangan para Thagut, serta menolong orang-orang yang tertindas dan kaum dhu’afa.
PENGARUH LAA ILAAHA ILLALLAH
DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
Al-Ustadz Abu A’la Al-Maududi menyebutkan tentang pengaruh kalimat tauhid Laa ilaaha illallah dalam kehidupan seorang muslim diantaranya :
1. Dengan kalimat ini pandangan seorang mu’min tidak akan menjadi sempit, berbeda dengan mereka yang mengikuti banyak sesembahan, terlebih lagi bagi yang mengingkari-Nya.
2. Iman terhadap kalimat ini akan menumbuhkan kehormatan dan harga diri yang tidak bisa diperbuat oleh sesuatu yang lain. Sebab tidak ada yang bisa memberi manfaat dan mudharat kecuali Allah. Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dialah yang memegang ketentuan hukum, kekuasaan dan kepemimpinan. Sehingga segala perasaan takut dapat terkikis dari hati kecuali rasa takut kepada-Nya. Hatinya tidak akan menunduk kepada orang lain, tidak akan merengek-rengek kepadanya, tidak gemetar ketakutan menghadapi keangkuhan dan kebesarannya. Sebab ia menyadari hanya Allah-lah yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Hal ini berbeda jauh dengan kondisi orang musyrik maupun orang atheis.
3. Disamping iman dengan kalimat ini juga bisa menumbuhkan kehormatan dan harga diri, juga menumbuhkan tawadhu’ tanpa menghinakan, tinggi hati tanpa menyombongkan diri. Urat-urat lehernya tidak akan dapat ditembus oleh syaitan yang suka memperdaya. Kekuatan iman membuatnya bangkit. Ia yakin bahwa Allah-lah yang memberi segala-galanya baginya, sehingga Dia juga berkuasa mengambilnya jika Ia menghendaki.
4. Dengan kalimat ini orang mu’min mengetahui secara yakin, tiada jalan keselamatan dan keberuntungan kecuali dengan mensucikan diri dan beramal sholeh. Sedangkan orang-orang musyrik dan kafir menjalani kehidupannya diatas angan-angan yang menipu.
5. Orang yang mengucapkan kalimat ini tidak akan tersusupi rasa putus asa dan tidak pula dirongrongnya. Sebab ia yakin bahwa Allah memiliki simpanan di langit dan di bumi. Dengan begitu ia selalu merasa tentram, tenang dan penuh harapan, meskipun ia terusir dari kampung halamannya, tidak terpandang dan sempit jalan kehidupannya. Karena sesungguhnya penglihatan Allah tidak lalai untuk memandangnya. Ia berusaha sekuat tenaga sambil berserah diri kepada Allah. Berbeda dengan orang-orang kafir yang hanya bertumpu kepada kekuatannya yang tentunya serba terbatas, mudah dirasuki dan dibayangi rasa putus asa kala menghadapi kesulitan. Bahkan tidak jarang kesulitan ini mendorong mereka melakukan tindakan bunuh diri.
6. Iman terhadap kalimat ini menghela manusia kepada kekuatan yang besar, berupa ambisi, keberanian, sabar, keteguhan hati dan tawakkal ketika mengemban tugas-tugas dan urusan penting karena mengharap ridho Allah. Dia bisa merasakan satu kekuatan yang menguasai langit dan bumi dibelakang dirimu, sehingga keteguhan dan ketegaran yang menjadi sandaran konsep ini tak ubahnya seperti gunung yang tinggi.
7. Kalimat ini menggerakkan keberanian pada manusia dan mengisi hatinya dengan semangat.
Yang membuat manusia menjadi takut dan melemahkan ambisinya adalah dua hal :
Pertama, kecintaannya terhadap diri sendiri, harta dan keluarganya.
Kedua, keyakinannya bahwa disana ada seseorang selain Allah yang dapat mematikan manusia.
Maka keimanan seseorang terhadap kalimat ini akan melenyapkan kedua perkara diatas dari hatinya. Dengan demikian hatinya semakin yakin kepada Allah. Bahwa Dialah satu-satunya yang menguasai dirinya, hartanya dan keluarganya.
8. Iman kepada kalimat ini bisa menangkap kemampuan manusia, menumbuhkan ketinggian, kepuasan dan kecukupan, membersihkan hati dari noda-noda kerakusan, tamak dan dengki, rendah diri, suka mencela, dan sifat-sifat kurang baik lainnya.
9. Yang paling penting dalam masalah ini bahwa iman terhadap kalimat ini selalu terkait dengan syariat Allah sekaligus menjaganya. Orang mu’min percaya dan yakin bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Kalaupun ia biasa menghindar dari berbagai teror manusia maka tidak bisa menghindar sedikitpun dari Allah.
Seseorang yang benar-benar meyakini tanpa keraguan kalimah Laa ilaaha illallah maka ia akan siap untuk menerima dan menghadapi segala konsekwensinya. Adapun konsekwensi sebagai efek dari keyakinan terhadap kalimat Laa ilaaha illallah, diantaranya sebagai berikut:
- Beribadah hanya kepada Allah dan mengkufuri peribadatan kepada selain-Nya. Karena inilah tujuan utama yang terkandung dalam kalimat ini.
- Menerima seluruh syariat baik dalam urusan ibadah maupun dalam urusan muamalah.
- Menolak segala bentuk syariat selain syariat Allah.
- Menetapkan asma dan sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya serta menafikan apa yang dinafikan keduanya.
- Mengimani dan membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW sebagai seorang utusan Allah SWT.
ILAH DAN PENGHAMBAAN
Aqidah Islam sebenarnya merupakan kebulatan nilai yang telah menjadi suatu simpul yang kokoh dari nilai-nilai iman yang jumlahnya lebih dari 70. Termasuk di dalamnya yang paling sederhana adalah menyingkirkan duri dari jalanan dan yang paling tinggi serta sentral adalah kalimat tauhid Laa ilaaha illallah.
Melihat begitu pentingnya kalimat tauhid Laa ilaaha illallah yang merupakan sentral dan landasan bagi seorang muslim maka kita wajib memahami hal ihwal yang terkandung di dalam kalimat tauhid tersebut, salah satu diantaranya adalah tentang ILAH DAN PENGHAMBAAN, yang tentunya akan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan (manifestasi) jati diri seorang muslim sejati yang dikehendaki oleh ajaran Islam yang Maha Tinggi dan Suci.
Dalam bahasa Arab kata “penghambaan” disebut “Ubudiyah”. Kata ini berkaitan erat dengan kata ILAH, sebab diantara arti ILAH adalah “al-ma’bud”. ILAH itu sendiri berasal dari kata ALIHA yang artinya :
1. Sakana ilaihi artinya tenang kepadanya.
Jadi seseorang apabila mengingat atau melihat seseorang yang digandrungi, menjadi tenang hatinya. Jika seseorang meng-ILAH-kan Allah berarti ia akan selalu tenang apabila disebut atau mengingatNya. Allah Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.(Q.S. Ar-Ra’d :28)
2. Istijarobihi artinya meminta perlindungan kepadanya.
Jika seseorang meng-ILAH-kan sesuatu dia akan meminta perlindngan kepadanya. Baik yang diminta perlindungan itu bersifat fisik ataupun non-fisik (kejiwaan). Perlindungan menjamin akan adanya rasa keamanan. Seseorang yang meng-ILAH-kan Allah senantiasa merasa aman apabila ia telah mendekatkan diri kepadaNya. Ia merasa perlindungan Allah senantiasa menyertainya.
3. Ittaja ilaihi bi syuqin artinya hatinya menuju ke sana dengan penuh kerinduan.
seseorang akan selalu merindukan apa saja yang di-ILAH-kannya. Rindu untuk bertemu. Dengan demikian yang meng-ilah-kan Allah akan merasa rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Q.S. An-Naba’: 39: Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.
4. Wuli’a bihi artinya cendrung kepadanya.
Seseorang yang cendrung kepada sesuatu akan didominasi sesuatu yang digandrunginya itu. Fikiran, perasaan, dan perbuatannya selalu diilhami atau dilatarbelakangi oleh yang dicenderungi itu.
Keempat makna ILAH ini berkaitan satu sama lain, dan merupakan rangkaian yang tak dapat dipisahkan. Seseorang yang meng-ILAH-kan sesuatu merasa dirinya senantiasa dilindungi oleh sesuatu itu. Hingga tumbuh rasa aman dan ketenangan bila merasa dekat, tiada berjarak dengannya. Setiap manusia pasti mendambakan suasana ketentraman dan ketenangan diri. Dan jika hal itu sudah dirasakannya maka dia tak mau berpisah lagi dengannya. Kerinduannya senantiasa menyertainya. Kerinduan adalah awal dari cinta. Sedangkan cinta adalah awal dari penyerahan total : perasaan, fikiran, dan perbuatan. Dalam situasi ini seseorang hanyut dalam sesuatu yang amat dicintai dan dirinduinya. Inilah yang disebut kegandrungan/kecenderungan. Jika sesuatu itu tidak bisa ditemuinya terasalah ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Kehidupannya menjadi hampa dan seakan tiada arti lagi. Empat makna ILAH inilah yang merupakan indikator-indikator adanya suatu penghambaan. Jadi suatu penghambaan ditentukan lebih banyak oleh faktor internal jiwa manusia terhadap sesuatu di luar dirinya. Perbuatan-perbuatannya yang bersifat zahir hanyalah cermin atau manifestasi keadaan jiwanya. Bukan perbuatan yang lahir dari sebuah tekanan luar (ekstrnal), pemaksaan ataupun teror. Penghambaan juga tidak ditentukan oleh sifat kematerialan “ilah-ilah”. Dan memang sepanjang sejarah manusia tak pernah satu generasipun dari mereka yang mengaku bahwa benda-benda mati memiliki sebuah keistimewaan yang sakral. Mereka selalu menyebutnya sebagai perantara atas sesuatu yang ghaib di balik “ilah-ilah” material itu. Dan justru Al-Qur’an menggaris bawahi hakekat penghambaan dengan makna ini.
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah (menghamba kepada) syetan”. (Q.S. Yasin : 60)
Dalam operasi menyesatkan manusia, agaknya jarang sekali syetan menjelmakan dirinya kepada bentuk fisik. Namun, lebih banyak lewat bisikan-bisikan kepada hati manusia yang menyebabkan mereka tersesat meski di satu sisi masih bersujud mengerjakan shalat.
BENTUK-BENTUK PENGHAMBAAN
Syahadat Islam yang berbunyi Laa ilaaha illallah jelas mengajarkan konsep penghambaan yang benar, kepada siapa manusia ber-ILAH.
Tiada ilah selain Allah artinya jika manusia mangambil ILAH selain Allah maka mereka telah menempuh jalan yang sesat karena mengambil sesama hamba sebagai sesembahan. Bagaimanapun besarnya kekuasaan seorang hamba, maka tidak akan mampu untuk menandingi kekuasaan Allah Yang Tinggi. Q.S. Al-An’am : 61 : “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari pada kamu ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami dan malaikat-malaikat Kami itu tiada melalaikan kewajibannya.”
Namun kenyataannya, kehidupan manusia tidak hanya didominasi satu sistem ILAH. Berbagai macam ILAH menguasai kehidupan mereka dan melahirkan sistem penghambaan yang beragam pula diantaranya :
1. Penghambaan kepada para Nabi AS.
Nabi adalah penyebar risalah Allah di muka bumi ini. Ajaran yang dikembangkannya mengajak manusia kepada sistem penghambaan kepada Allah semata. Semua Nabi mengajak manusia kepada system Tauhidullah. Namun tiba-tiba terjadi penyimpangan aqidah pada diri manusia. Mereka menganggap Nabi sebagai Tuhan selain Allah. Contohnya orang-orang nashrani yang mempertuhankan Nabi Isa as padahal beliau sama sekali tidak mengajarkan hal ini kepada umatnya.
Q.S. Ali Imran : 79 : “Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia : Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi (dia berkata) : Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbaniyyin karena kamu selalu mengajarkan dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Mengapa sampai terjadi sistem penghambaan terhadap para nabi, yang justru berjuang untuk menegakkan sistem penghambaan yang benar ?
2. Penghambaan kepada Asnan (patung-patung berhala)
Ilah lain yang pernah mendominasi kebudayaan manusia adalah Asnan atau patung-patung berhala. Kebodohan yang menimpa bangsa-bangsa primitif dengan tingkat kecerdasan yang rendah menyebabkan mereka mengikut begitu saja warisan nenek moyang mereka dalam menyembah patung berhala. Kedatangan seorang Nabi untuk memperingatkan mereka tak digubris sama sekali. Nabi Ibrahim as bahkan disiksa bakar oleh kaumnya, tatkala berusaha menghancurkan berhala-berhala tersebut. Nabi Muhammad SAW memerlukan perjuangan lebih dari 20 tahun dengan menumpahkan banyak darah syuhada, untuk meruntuhkan Latta dan Uzza dari rumah suci Ka’bah.
Q.S. As-Syu’ra : 69 – 79 : “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya : Apakah yang kamu sembah? Mereka menjawab : Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya. Berkata Ibrahim : Apakah berhala-berhala itu mendengar do’amu sewaktu engkau berdo’a ? Mereka menjawab : (bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami bebuat demikian. Ibrahim berkata : maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu dahulu…”
3. Penghambaan kepada Jin.
Q.S. Saba’: 40 – 41 ; “Dan ingatlah hari (yang diwaktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu ? Malaikat itu menjawab : Maha Suci Engkau, Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah Jin. Kebanyakan mereka beriman kepada Jin itu.”
Penghambaan kepada Jin banyak dilakukan oleh dukun-dukun pada masa lampau dan sekarang. Namun masyarakat banyak secara tidak langsung juga terlibat sebagai pihak yang menyuburkan keyakinan ini. Masyarakat pengguna jasa dukun ini juga menjadi rusak aqidahnya. Iman mereka kepada Allah menjadi biasa, bahkan akhirnya percaya kepada benda-benda mati seperti cincin, keris, batu-batu, dan lain-lain.
4. Penghambaan kepada Thagut.
Thagut ialah manusia-manusia yang memiliki sifat thogo (melampaui batas) disebabkan banyaknya harta, anak atau kekuasaan yang tinggi. Mereka merasa tiada sesuatu yang lebih berkuasa selain dirinya, tiada bergantung kepada siapapun atau sesuatupun di dunia ini. Fir’aun adalah sosok thagut yang paling kerap dicontohkan Al-Qur’an. Dialah penguasa yang paling congkak sepanjang sejarah kemanusiaan lantaran mendakwahkan dirinya sebagai tuhan yang maha tinggi. Dia membantai siapa saja yang berani mengatakan ada tuhan selain dirinya termasuk pembantu-pembantu terdekatnya.
Q.S. An-Naziat: 15 – 18 ; “Apakah telah datang kepadamu sejarah tentang Musa. Tatkala memerintahkan kepadanya Tuhannya dilembah suci thuwa. Datangilah Fir’aun karena sesungguhnya dia telah melampaui batas dan katakanlah : Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri dari kesesatan ?
5. Penghambaan kepada Hawa Nafsu
Penghambaan-penghambaan tersebut di atas terjadi pada jiwa yang sedang sakit. Jiwa yang jauh dari hidayah. Orang-orang yang beriman mustahil membudakkan dirinya kepada selain Allah, dan mustahil juga memperbudak manusia lainnya.
Q.S. Al-Furqan: 41 – 43 : “Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad) mereka hanyalah menjadikan kamu sebaggai ejekan (dengan mengatakan) : Inikah orang yang diutus Allah sebagai Rasul ? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari ilah-ilah kita, seandainya kita tidak sabar (menyembahnya). Dan mereka kelak akan mengetahui disaat mereka melihat azab siapa yang paling sesat jalannya. Bagaimanakah pendapat engkau tentang orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai ilahnya ? Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar